Suriah Tuduh AS Lancarkan Propaganda Senjata Kimia
Beirut (AFP/ANTARA) - Amerika Serikat ingin menggulingkan pemerintah Damaskus dengan menimbulkan kekhawatiran akan senjata kimianya, menciptakan cerita serupa dengan yang menyebabkan serbuan ke Irak, kata Menteri Luar Negeri Suriah Walid Muallem dalam wawancara disiarkan pada Senin. "Masalah itu adalah temuan pemerintah Amerika Serikat," kata Muallem kepada Al-Mayadeen TV, yang berpusat di Beirut, dalam kutipan wawancara disiarkan penuh pada Senin. Tapi, Muallem masih samar pada apakah pemerintah Presiden Bashar Assad memiliki senjata kimia, meskipun Damaskus pada Juli menyatakan memiliki senjata semacam itu. "Senjata kimia di Suriah, jika ada -dan saya menekankan jika- bagaimana mungkin kemi gunakan terhadap rakyat kami? Itu lelucon," katanya dalam kutipan wawancara disiarkan saluran kukuh benci Amerika Serikat dan Israel itu. "Tapi, itu jelas tidak berarti bahwa Suriah memiliki senjata kimia atau berniat menggunakannya terhadap rakyatnya. Itu dongeng, yang mereka diciptakan untuk melancarkan perang melawan Suriah seperti yang mereka lakukan di Irak," katanya dalam wawancara di antara sidang Majelis Umum PBB di New York. Persekutuan pimpinan Amerika Serikat menyerbu Irak pada Maret 2003, menuduh Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah. Senjata seperti itu tidak pernah ditemukan. Damaskus pertama kali mengaku pada akhir Juli memiliki senjata kimia, mengancam menggunakannya jika diserang negara luar, tapi tidak untuk melawan rakyatnya. Pengakuan itu menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan masyarakat antarbangsa, dengan Amerika Serikat menyatakan Damaskus membuat kesalahan menyedihkan jika memutuskan memakai senjata itu. Pemberontak terhadap pemerintah Assad pada Juli menyatakan pemerintah Suriah menggerakkan beberapa senjata itu ke perbatasan negara tersebut. Menteri Pertahanan Amerika Serikat Leon Panetta pada Jumat menyatakan pemerintah Suriah memindahkan beberapa senjata kimia untuk menjaganya saat perang melawan pemberontak. Ia menyatakan tempat penyimpanan utama senjata itu masih aman. Menurut pakar, senjata itu, yang berjumlah ratusan ton pada 1970-an dan merupakan yang terbesar di Timur Tengah. Muallem juga menyatakan Amerika Serikat mulai mencicipi racun terorisme dukungannya, mengacu pada serangan 11 September terhadap konsulatnya di Benghazi, yang mengakibatkan kematian duta besarnya untuk Libya. "Mereka tampak tidak belajar dari diAfghanistan," tambah menteri luar negeri itu, mengacu pada kerugian NATO oleh Taliban. Menteri itu menegaskan bahwa kunci keberhasilan tugas utusan perdamaian antarbangsa Lakhdar Brahimi adalah menghentikan kegiatan negara penampung, mempersenjatai dan membiayai kelompok teroris bersenjata. "Qatar menghabiskan miliaran dolar di Suriah untuk membunuh rakyat Suriah, menghancurkan prasarana dan membunuh dokter dan insinyur," katanya. Damaskus menuduh Qatar, Arab Saudi dan Turki mendukung pemberontakan bersenjata itu. "Turki adalah sumber dari sebagian besar kekerasan di Suriah," kata Muallem, memperingatkan bahwa terorisme akan berbalik melawan yang mengekspornya. Menteri itu, tanpa merinci, tidak menutup kemungkinan ampunan umum untuk rujuk bangsa. Ia juga mencatat bahwa Suriah memiliki cadangan gandum, makanan dan obat untuk beberapa bulan. Badan Pangan dan Pertanian (FAO) menyatakan tiga juta warga Suriah sangat membutuhkan makanan dan bantuan untuk tanaman biji-bijian dan ternak.
Komentar
Posting Komentar